Bunga Imitasi, Cara Percantik Rumah

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selain mengandung aspek kemukjizatan bahasa dan hukum, al-Qur’an juga oleh beberapa ulama dianggap mengandung kemukjizatan dari segi pemberitaan gaib.
Sesuatu yang gaib adalah tidak terlihat,
tidak diketahui dan tersembunyi. Dalam kehidupan ini banyak sekali hal-hal gaib
yang tidak diketahui oleh manusia, seperti kapan datangnya hari kiamat dan
kapan manusia itu akan mati. Kedua hal tersebut adalah misteri yang gaib.
Sesuatu
yang gaib bukan berarti tidak diketahui sama sekali. Ada kalanya sesuatu yang
gaib pada masa yang telah
lalu,
tetapi pada masa saat ini telah diketahui, dan bukan gaib lagi. Tetapi ada
sesuatu yang benar-benar gaib (mutlak) yang tidak akan diketahui oleh manusia
sepanjang hidupnya, yaitu hari kiamat. Dengan kemukjizatannya sebagai kitab
suci, al-Qur’an mengungkap beberapa kejadian gaib masa lampau-telah terjadi.
Selain itu, al-Qur’an juga mengungkap beberapa peristiwa atau kejadian masa yang
akan datang.[1]
Al-Baqilla>ni dalam karyanya I’ja>z al-Qur’a>n juga menyebutkan
bahwa salah satu aspek kemukjizatan al-Qur’an adalah pemberitaan gaib.[2]
Al-Qur’an
mengungkap persitiwa masa lampau yang telah sekian lama persitiwa tesebut
terjadi, sehingga tidak diketahui oleh generasi sesudahnya. Beberapa peristiwa
masa lampau yang diungkap oleh al-Qur’an seperti yang dipaparkan Quraish Shihab
antara lain diselamatkannya jasad atau tubuh Fir’aun dan kisah sahabat Kahfi.
Bukti dari terungkapnnya dua peristiwa di atas dapat ditemui saat ini dengan
temuan-temuan arkeologi.[3] Untuk penjelasan lebih lengkapnya akan dijelaskan pada
makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
Dari uraian singkat diatas, penulis merumuskan dua
rumusan masalah yaitu:
1.
Bagaimanakah informasi berita gaib masa lampau dalam
al-Qur’an?
2.
Bagaimanakah pemberitaan gaib dalam
al-Qur’an terkait dengan tuduhan penjiplakan al-Qur’an?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Informasi berita gaib masa lampau dalam al-Qur’an
Salah satu kekuatan al-Qur’an yang sekaligus menjadi mukjizatnya adalah
pemaparan kisah-kisah lama yang sudah tidak hidup lagi dalam cerita-cerita Arab
saat itu, dan tidak mungkin akan ditemukan secara keseluruhan dalam
kajian-kajian kesejarahan.[4] Informasi al-Qur’an tentang kejadian masa lampau cukup
banyak, yang semuanya akan menunjukkan betapa mustahilnya ilmu tersebut berasal
dari diri Muhammad sendiri. Dan berikut ini beberapa contoh dari kisah-kisah
tersebut:
a.
Kaum ‘Ad dan Samud serta kehancuran
kota Iram
Kaum ‘Ad dan Samud yang kepada mereka
diutus Nabi Shaleh dan Nabi Hud, cukup banyak dibicarakan oleh al-Qur’an.
Ungkapan al-Qur’an tentang kedua kaum ini adalah berkisar pada segi kemampuan
dan kekuatan mereka, maupun kedurhakaan, kesesatan dan pembangkangan mereka
kepada Allah swt. dan utusan-Nya.[5] Al-Qur’an juga
menceritakan bagaimana pada akhirnya kedua kaum tersebut dihancurkan oleh Allah
dengan gempa bumi dan angin ribut yang
sangat dingin lagi kencang. Hal ini sebagaimana dilukiskan oleh QS.
al-H{a>qqah/69: 4-7. sebagai berikut:
Adapun peradaban kota Iram yang diungkap al-Qur’an
termasuk peradaban yang sangat sukar dibuktikan dengan penelitian sejarah,
karena pelacakan data, kecuali melalui penelitian-penelitian arkeologis yang
sangat mahal. Kota Iram yang diungkapkan oleh QS. al-Fajr/89: 6-8:
Melalui penelitian
yang sangat mahal, kota Iram yang disebutkan al-Qur’an itu dapat ditemukan
kembali pada Februari 1992 di sebuah gurun di Arabia Selatan, pada kedalaman
183 meter di bawah permukaan pasir. Kota tersebut menurut Umar Anggara
ditemukan Tim Peneliti yang dipimpin Nichilas Clapp dari California Institute
of Technology Jet Propulsion (CIT-JTL). Dia mengawali penelitiannya dengan
menyimak legenda-legenda Arab tentang kota tua Ubhar. Dengan bantuan pesawat
ulang-alik Challenger yang memiliki sistem Satellit Imaging Radar (SIR), dan
satelit Prancis dengan sistem penginderaan optik, Clapp mampu mendeteksi
permukaan bawah gurun di Arabia Selatan. Pada kedalaman 183 meter dia menemukan
keajaiban besar, sebuah bangunan segi delapan, dengan dinding-dinding dan
menara yang mencapai ketinggian 9 meter. Diperkirakan, gedung tersebut mampu
menampung sebanyak 150 orang. Di samping itu, dia juga menemukan situs perjalanan kafilah beratus-ratus kilometer.
Dengan demikian, dia menyimpulkan, bahwa bangunan tua tersebut merupakan bagian
dari kota Iram, pusat kegiatan dakwah Nabi Hud, cucu Nabi Nuh, dan merupakan
peninggalan historis dari kaum 'Ad, yang tetap hidup dalam legenda Arab
berupa legenda kora Ubhar. Kini bangsa Arab sendiri meyakini bahwa Ubhar dan
Iram adalah dua nama untuk subjek yang sama.[10]
b.
Tenggelam dan selamatnya Jasad
Fir‘aun
Terdapat 30 kali, Kisah Musa dan Firaun dijelaskan dalam alQur'an, cerita ini tidak diketahui masyarakat kecuali hanya dalam kitab perjanjian lama, paling hebtnya saat Nabi Saw menceritakan secara rinci yanng tak disebutkan dalam kitab kitab lain masa lampau sebelum alQur'an. Sekitar abad abad XII SM, tidak ada yang mengetahui cerita ini kecuali orang yang hidup masaitu
Dalam al-Qur’an, kisah Fir‘aun misalya diungkapkan
oleh QS. Yu>nus/10: 90-92:
Konteks
pembicaraan mukjizat dalam ayat di atas, yaitu “hari ini Kami selamatkan
badanmu, agar engkau menjadi pelajaran bagi generasi sesudahmu”. Tentang
tenggelamnya Fir‘aun di Laut Merah ketika mengejar Musa dan kaumnya, sudah
diketahui. Tetapi menyangkut keselamatan badannya dan menjadi pelajaran bagi
generasi sesudahnya merupakan satu hal yang tidak diketahui siapa pun pada masa
Nabi Muhammad saw. bahkan tidak disinggung oleh Perjanjian Lama.[12]
Pada masa turunnya al-Qur’an, tidak seorang pun
yang mengetahui di mana sebenarnya penguasa yang tenggelam itu berada, dan
bagaimana pula kesudahan yang dialaminya. Namun pada 1896 purbakalawan Loret,
menemukan jenazah tokoh tersebut dalam bentuk mumi di Wadi Muluk (Lembah Para
Raja) berada di daerah Thaba, Luxor, seberang Sungai Nil, Mesir. Kemudian pada
8 Juli 1907, Elliot Smith membuka pembalut-pembalut mumi itu dan ternyata badan
Fir‘aun tersebut masih dalam keadaan utuh.
Selanjutnya, pada Juni 1975, Maurice
Bucaille—seorang ahli bedah Prancis—mendapat izin untuk melakukan penelitian
lebih lanjut tentang mumi tersebut dan menemukan bahwa Fir‘aun meninggal di
laut. Hal ini terbukti dari bekas-bekas garam yang memenuhi sekujur tubuhnya,
walaupun sebab kematiannya—menurut pakar ini—disebabkan oleh shock. Bucaille
pada akhirnya berkesimpulan bahwa[13]:
“Alangkah agungnya contoh-contoh yang diberikan oleh
ayat-ayat al-Qur’an tentang tubuh Fir‘aun yang sekarang berada di ruang Mumi
Museum Kota Kairo. Penyelidikan dan penemuan modern telah membuktikan kebenaran
al-Qur’an”.
c.
As}h}a>b
al-Kahfi
Keraguan masyarakat Arab tentang kebenaran
al-Qur’an sekaligus kenabian Muhammad, melatari pengutusan tiga orang untuk
menemui tokoh agama Yahudi Najran untuk meminta keterangan mereka tentang Muhammad. Tokoh Yahudi
tersebut mengusulkan agar Muhammad ditanya tentang tiga hal. Jika Muhammad
mampu menjawab dengan baik, maka ia benar nabi. Dan pertanyaan pertama yang
diusulkan tokoh tersebut adalah tentang kisah sekelompok pemuda masuk
berlindung dan tertidur sekian lama. Berapa jumlah mereka dan siapa atau apa
yang bersama mereka?.
Terkait kisah
pemuda tersebut, al-Qur’an menjawab bahwa terdapat tujuh orang pemuda bersama
seekor anjing yang berlindung dari kekejaman penguasa masanya menuju gua (QS.
al-Kahfi/18: 18) yang di atas lokasinya kemudian dibangun tempat peribadatan
(QS. al-Kahfi/18: 21) dan tertidur di gua selama 300 tahun menurut perhitungan
Syamsiah atau 309 tahun menurut perhitungan Qamariah (QS. al-Kahfi/18: 25),
ketika mereka terbangun dan diketahui oleh masyarakat, mereka disambut baik,
karena ketika itu penguasa tidak lagi menindas penganut agama Kristen (QS. Al-Kahfi/18:
21). Al-Qur’an bahkan melukiskan gua tmpat tinggal mereka sebagai berikut:
Bukan perihal mudah untuk menemukan keberadaan gua
dimaksud sebelum maraknya penelitian arkeologi. Sebelum tahun 1963, belum ada
penemuan yang benar-benar sepenuhnya sama seperti gambaran al-Qur’an tentang
gua tersebut. Karena pada tahun itulah Rafiq Wada al-Daja>ni>--arkeolog
Yordania—menemukan sebuah gua yang terletak sekitar delapan kilometer dari
Amman yang diklaim memiliki ciri-ciri seperti uraian al-Qur’an.[15]
.[16]
Para sejarahwan Muslim dan Kristen pun sama-sama
mengakui bahwa penguasa yang menindas pengikut-pengikut Isa as. Antara lain
adalah yang memerintah pada 98-117 M dan pada sekitar tahun 112 M menetapkan
bahwa setiap orang yang menolak menyembah dewa-dewi dijatuhi hukuman sebagai
pengkhianat. Sejarahwan Muslim dan Kristen juga sepakat bahwa penguasa yang
bijaksana adalah Theodusius yang memerintah antara tahun 408-451 M.
Dari keterangan di atas, terlihat bahwa informasi
al-Qur’an dan sejarahwan bertemu. Dikatakan bahwa para pemuda yang berlindung
itu menghindar dari ketetapan penguasa yang dikeluarkan pada tahun 112 M., dan
bahwa mereka tertidur selama 300 tahun, maka ini berarti mereka terbangun
sekitar tahun 412 M. yang merupakan masa pemerintahan penguasa yang membebaskan
orang Kriten dari penindasan. Dari sini juga diketahui mengapa peristiwa ini
tidak disebut dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, karena memang
terjadinya jauh setelah masa Isa as.[17]
Berita-berita gaib
diatas telah membuktikan bahwa al-Qur’an bukanlah cerita dongeng semata. Dan
perlu diketahui bahwa berita-berita gaib yang terdapat pada wahyu Allah, yakni
Taurat, Injil, dan al-Qur’an, merupakan mukjizat. Berita gaib dalam wahyu Allah
itu membuat manusia takjub karena akal manusia tidak sampai kepada hal-hal
tersebut. Salah satu mukjizat al-Qur’an adalah bahwa di dalamnya banyak sekali
terdapat ungkapan dan keterangan yang rahasianya baru terungkap oleh ilmu
pengetahuan dan sejarah pada akhir abad ini, makna yang terkandung di dalamnya
sama sekali tidak terbayangkan oleh pikiran orang yang hidup pada masa
al-Qur’an di turunkan.[18] Adapun pemberitaan
al-Qur’an tentang masa lampau sangat banyak sekali bahkan sebagian kisah yang
sudah terbukti lewat penelitian arkeologi dan sebagian lainnya masih belum
tebuktikan. Hal ini bukan menunjukkan bahwa sebagian al-Qur’an hanya
mengada-ada karena masih bisa dibuktikan oleh ilmu manusia, akan tetapi
menunjukkan bahwa betapa masih lemahnya pengetahuan manusia dibanding
pengetahuan Tuhan.
B.
Pemberitaan
gaib dalam al-Qur’an terkait dengan tuduhan penjiplakan al-Qur’an (Muhammad)
Berbagai macam tuduhan sejak dahulu sudah diarahkan kepada al-Qur’an dan
dengan demikin juga kepada Muhammad saw. atas kebohongan, kesalahan, serta
kedustaan berita-berita al-Qur’an. Seluruhnya berujung pada upaya menolak
al-Qur’an. Al-Qur’an sendiri mengabadikan berbagai bentuk tuduhan tersebut,
misalnya ketika mereka menuduh al-Qur’an tidak lebih hanya kata-kata yang
dipelajari dari orang-orang terdahulu atau tidak lebih dari perkataan manusia
biasa (QS. al-Muddas\s\ir/74: 24-25), atau bahkan mereka menuduh Muhammad tidak
lain hanya seorang penyair (QS. al-Anbiya>/21: 5), atau yang lebih ekstrem
ada yang menuduh beliau sebagai orang gila (QS. al-H{ijr/15: 6). Singkatnya,
mereka ingin mengatakan bahwa Muhammad bukan siapa-siapa, sehingga tidak pantas
diikuti (QS. al-S{a>ffa>t/37: 36), karena kata-katanya adalah dusta yang
diada-adakan (Q.S. S{a>d/38: 7), serta mimpi-mimpi yang bohong (QS.
al-Anbiya>/21: 5).
Terkait dengan
pemberitaan gaib al-Qur’an, bantahan dan tuduhan penolak al-Qur’an diabadikan
al-Qur’an, misalnya dengan tuduhan bahwa kisah-kisah tersebut tidak lain adalah
dongeng-dongeng tentang orang-orang masa lalu yang bisa mereka tuturkan kapan
saja mereka mau (QS. al-Anfa>l/8: 31), tutur itu dicatat Muhammad pada saat
didiktekan setiap pagi dan petang (QS. al-Furqa>n/25: 5), dan bahkan tidak
lebih dari kebohongan yang diadakan oleh beliau dengan bantuan orang lain (Q.S.
al-Furqa>n/25: 4).
Tidak jauh
berbeda dengan keterangan al-Qur’an sejak awal, pada masa belakangan muncul
tuduhan-tuduhan dari beberapa kalangan penentang al-Qur’an, orientalis
misalnya. Sementara di antara mereka ada yang berpendapat bahwa kisah-kisah
masa lampau al-Qur’an diketahui oleh Muhammad dari seorang pendeta, atau beliau
jiplak dari Kitab Perjanjian Lama.
Pernyataan di
atas dibantah dengan alasan bahwa Nabi saw. tidak pernah belajar kepada seorang
pun. Memang pada masa kanak-kanak, ketika diantar oleh pamannya ke Syam, beliau
bertemu dengan seorang rahib bernama Buhaira, yang meminta pamannya memberikan
perhatian dan pelindungan serius kepada Muhammad, karena sang rahib melihat ada
tanda kenabian pada beliau. Namun, pertemuan tersebut berlangsung singkat. Oleh
karena itu, jika saja pada waktu itu Muhammad saw. belajar, apakah logis dalam
pertemuan singkat itu beliau memperoleh informasi banyak, mendetail, dan sangat
akurat? Jawabnya tentu tidak.[19]
Demikianlah
contoh tuduhan-tuduhan yang diarahkan kepada al-Qur’an untuk menolak kebenaran
al-Qur’an sekaligus Muhammad. Tuduhan-tuduhan tersebut jelas sekali dapat
ditolak dan dibantah kebenarannya. Dan masih banyak lagi bantahan-bantahan
semisal, yang tentunya memiliki kelemahan yang dapat dimentahkan
argumentasinya.[20]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, ada
beberapa poin yang dapat disimpulkan:
1. Beberapa
kisah al-Qur’an dari masa lampau yang terbukti kebenaran sejarahnya, banyak
terkait dengan kisah-kisah para nabi dan umat terdahulu. Misalnya tentang kaum 'Ad
dan Samud dan kehancuran peradaban Iram, diselamatkannya jasad Fir‘aun,
dan kisah As}h{a>b al-Kahfi
2. Ada
banyak sekali tuduhan yang diarahkan untuk menolak kebenaran Muhammad sekaligus
kebenaran al-Qur’an. Tuduhan-tuduhan tersebut ada sejak awal al-Qur’an
diwahyukan dan sampai sekarang terus masih berlangsung. Selain tuduhan-tuduhan
seperti diabadikan al-Qur’an, tuduhan-tuduhan belakangan yang menyatakan bahwa
informasi gaib al-Qur’an tidak lain hanya jiplakan Muhammad dari kitab yang
sudah ada atau didikte dari informasi orang lain. Tidak banyak contoh tuduhan
dan bantahan yang dibahas dalam makalah ini, namun hampir semua karakternya
sama dan dapat ditolak argumennya. Misalnya tuduhan bahwa Muhammad pernah
belajar pada Buhairah, yang dibantah bahwa mustahil dalam pertemuan singkat itu
Muhammad belajar informasi yang banyak, detail dan seakurat demikian.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Kari>m
Al-Baqilla>ni>, Abu Bakr Muh}ammad Ibn
T}ayyib. I’ja>z al-Qur’a>n. Beiru>t:
Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2008.
Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: Toha Putra, 2002.
Shihab, Quraish. Mukjizat al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib . Bandung: Mizan, 1992
Al-Suyu>t}i>, Jala>l al-Di>n. al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n. Beiru>t: Da>r al-Fikri, t.t.
Thaufan DS, Ali. Kemukjizatan Psikologis al-Qur’an. Cet. I; Tanggerang: Rabbani Press, 2015.
[1]Ali
Thaufan DS, Kemukjizatan Psikologis al-Qur’an (Cet. I; Tanggerang:
Rabbani Press, 2015), h. 37.
[2]Abu
Bakr Muh}ammad Ibn T}ayyib al-Baqilla>ni>, I’ja>z al-Qur’a>n (Beiru>t:
Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2008), h. 28.
[3]Quraish
Shihab, Mukjizat al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan
Pemberitaan Gaib (Bandung: Mizan, 1992), h. 196.
[4] Quraish Shihab, dkk, Sejarah dan ‘Ulu>m
al-Qur’a>n, (Cet. IV; Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008), h. 124.
[5]Lihat
QS. al-H{ajj/22: 42; al-Syu‘ara>/26: 123, 141; al-Qamar/54: 18, 23;
al-H{a>qqah/69: 4; al-Syams/91: 11, dan ayat-ayat lainnya.
[6]Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang:
Toha Putra, 2002), h. 967.
[7]Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang:
Toha Putra, 2002), h. 1057.
[8]Quraish
Shihab, Mukjizat al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah,
dan Pemberitaan Gaib, h. 198.
[9]Quraish
Shihab, Mukjizat al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah,
dan Pemberitaan Gaib h. 198.
[10] Quraish Shihab, dkk, Sejarah dan ‘Ulu>m al-Qur’a>n,
h. 216.
[11]Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 320.
[12]Quraish
Shihab, Mukjizat al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah,
dan Pemberitaan Gaib h. 201.
[13]Maurice Bucaille, Bible, Qur’an, dan Sains
Modern, terj. H. M. Rasjidi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h. 278.
[14]Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 445.
[15]Quraish
Shihab, Mukjizat al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah,
dan Pemberitaan Gaib, h. 205.
[16] Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an Ditinjau dari Aspek
Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib, h. 205.
[17]Quraish
Shihab, Mukjizat al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah,
dan Pemberitaan Gaib, h. 205.
[18] Jala>l
al-Di>n al-Suyu>t}i>, al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n
(Beiru>t: Da>r al-Fikri, t.t), h. 124.
[19]Quraish
Shihab, Mukjizat al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah,
dan Pemberitaan Gaib, h.
206.
[20]Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib, h. 207-211.
Comments
Post a Comment