ARTIKEL UNGGULAN

COVID 19 DAN NUANSA RAMADHAN

COVID 19 DAN NUANSA RAMADHAN
by ; Khairil Anwar



          Setiap orang dan setiap insan dalam hidup ini mempunyai nuansa rasa dalam diri mereka masing masing, rasa yang mungkin hanya dia yang bisa membayangkannya ini tentang sebuah memori yang memang ditananamkan dalam diri manusia sejak awal penciptaannya, sehingga dengan kemampuan manusia yang diberikan kelebihan dari makhluk yang lainnya maka dengan medah dia menguasai apa yang ada disekitarnya, inilah yang penting dalam menciptakan nuansa berbeda dalam diri masing-masing manusia, ada orang yang mampu memutar kembali memorinya pada masa lalu sehingga tervisualisasikan masa-masa di mana masa lalu itu terjadi. Entah pada saat ia anak atau pada saat momen tertentu yang menciptakan perasaan haru, bahagia atau mungkin kesedihan.

Ramadhan kali ini tentu kita sebagai muslim menghadirkan ragam rasa kita yang berangkat dari aktif nya memori dalam otak dan fikiran kita sehingga yang terjadi adalah visualisasi tentang apa yang kita rasa baik hari ini ataupun apa yang yang kita rasa pada ,masa lalu dan kemudian system receptor dalam otak kita akan menganalisa dan membandingkan yang bermuara pada apakah sensasi ramadhan yang kita rasakan pada ramadahn kali ini sama atau kah berbeda, apakan vibrasi yang dimunculkan dalam tentunya energy dalam diri kita sama dengan vibrasi atau energy yanmg muncul dan kita rasakan pada ramadhan ramadhan sebelumnya.

Mari kita merenung sejenak dalam sisi energy ramadhan kali ini, ini adalah pengalaman batin dari penulis tentang rasa yang berangkat dari kontemplasi jika yang tentu melibatkan memori sebagai system sensori dalam otak, kemudian memunculkan energy yang kemudian memberikan makna yang jelas lewat rasa dari penulis rasakan. Baiklah, ramadhan, kita bicara tentang rasa dari suasana karena sejatinya ramadhan dalam konteks bulan tetaplah akan datang pada kita pada bentuki fisik tapi kita berbicara ramadhan dalam bentuk rasa karena ini yang penting, kenapa pada saat kita kecil setiap ramadhan tiba kita ingat hal hal yang khas dan terkadang kita tersenyum sendiri mengingatnya keusilan dan kenakalan kita bermain hingga lupa pulang. Kadang membuat jengkel sang ibu, tapi suasana ramadhan itu semua amazing, emua enjoyable semua riang. Pada saat kita kecil dan kanak kanak, kita riang sekali bermain,seolah rangkaian bulan ramadhan dari pagi sampai malam menjadi kehidupan yang sangat menyenangkan kita larut dalam bermain bersama anak anak yang lain.
        Ini bisa berarti ramadhan dalam alkisah kita waktu kecil adalah ramadhan yang membahagiakan. Kita sejenak memplashback, mengulang kembali memori kita pada masa lalu dalam momentum ramadhan. Namun, tentu setiap orang mempunyai pengalaman rohani yang berbeda ketika memaknai ramadhan dalam konteks energy rasa, masyarakat desa tentunya berbeda dengan masyarakat perkotaan dalam menerjemahkan nuansa hati mereka pada momentum ramadhan. Begitu kaum miskin dan kaum kaya, kaum dhuafa dan anak yatim tentu mereka punya nuansa berbeda dengan kebanyakan kita dalam merasakan sensasi ramadhan.

         Sekali lagi kita berbicara tentang rasa, kita cenderung melihat sesuatu pada perspektif kita apa yang kita lihat apa yang kita rasa adalah sesuatu yang tampak nyata dalam rasa dan indra kita, sehingga yang muncul sensasi itu kemudian berkembang lewat sikap kita dalam interaksi kita dengan orang lain. Namun, lagi dan lagi, persepektif itu nisbi sifatnya hanya pada rasa individu. Seperti kita mempunyai pengalaman yang berbeda tentang bulan ramadhan.

          Saya pribadi, setiap menjalani ramadhan dalam perantauan tentu yang teringat adalah saat-saat bersama keluarga dikampung halaman; saat buka dan sahur menikmati masakan ibu yang khas dari pulau terpencil. Yang saya rasa tentu perasaan rindu yang hebat, ingin kembali ke masa itu, bermain di pantau ngabuburit bersama teman teman sesekali ke surau sekedar ngantri untuk mendapatkan jatah 1 porsi nasi ayam lengkap sebagai takjil dan setelah dapat pulanglah ke rumah membawa seporsi nasi ayam itu sebagai pelengkap dari menu buka puasa kami waktu itu. Setelah itu kami bermain lilin di malam hari sesekali petasan dan kembang api, jika ingat itu ada perasaan sesak dan rindu yang hebat, ingin rasa seketika ada di sana, di masa lalu itu, tapi. Inilah kehidupan setiap detiknya adalah sangat berharga karena ia takkan kembali lagi begitu kata warrant fuffet yang pengusaha terkenal.

Itulah yang saya rasakan setiap kali ramadhan itu datang, tentu seperti yang saya katakan bahwa ramadhan datang berwujud dalam dua sisi yang pertama sisi fisi seperti bulan-bulan yang lain, dia adalah bulan yang sesuai hukum yang Allah tentukan tentu dia akan datang kepada kita. Entah di antara kita dalam keadaan muda, tua, sakit, sehat atau telah tiada bulan ramadhan tetap datang kepada kita dalam hitungan bulan hijriah,kemudian dalam bentuk yang lain yaitu ramadhan dalam bentuk rasa dan sensasi, inilah yang diirindukan oleh setiap ummat muslim. Mereka rindu ramadhan karena mereka menyambut dengan rasa, sehingga yang muncul kemudian haru biru dengan ramadhan, ada yang menangis terharu, ada jauh sebelumnya sudah mempersiapkan diri dalam menyambut ramadhan yaitu dengan membiasan puasa senin-kamis dan membiasakan tilawah Alqur’an sehingga pada saat bulan ramadhan tiba mereka dengan suka ria membaca dan menghatamkan Alqur’an dan ada bnayak macam cara ummat islam mengekpresikan rindu mereka dengan Ramadhan.

          Kini Ramadhan telah berada di tengah tengah kita dengan wujud yang sama sebagai salah satu bulan dalam hitungan miladiyah. Namun, datang dalam sensasi yang berbeda dari tahun tahun sebelumnya bahkan mungkin sepanjang tahun selama kita hidup. Sejak mewabahnya covid 19 di dunia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya, sontak wajah wajah yang rindu itu berubah menjadi sesuatu yang mungkin sulit untuk menafsirkannya satu persatu dari wajah kaum muslimin yang tentu sejatinya memang selalu menunggu bulan ramadhan sebagai bulan spesial dari Allah untuk ummat ini.

BACA JUGA : Covid 19 dan Tantangan Dunia Pendidikan Berbasis Karakter


          Namun ini berbeda, bulan ramadhan ini mungkin di antara kita ada yang menangis sejadi jadinya, menangis karena mereka tak bisa lagi datang ke mesjid untuk tarwih berjamaah, tadarrus, iktikaf, bahkan tak ada lagi nuansa interaksi sosial masyarakat relegius dalam bentuk buka puasa bersama dan tradisi ummat muslim Indonesia lainnya pada bulan ramadhan. Semua seketika terhenti, semua larut dalam tafakkur dengan rasa yang berbeda, jiwa yang rindu masjid, jiwa yang rindu memakmurkan mesjid, jiwa yang rindu tilawah Alqur’an di mesjid dan jiwa yang rindu kumpul bercengkrama dengan saudara muslimnya. Kali ini tak ada lgi semua harus kembali pada kesunyian, seperti sunyi dalam pengasingan, dan seperti sunyinya di dalam goa. Ini bukan karena kebetulan, inipun bukan lagi scenario manusia, ini adalah scenario Allah, karena Allah telah menegaskan dalam Alqu’an bahwa sebaik apapun sekenario yang manusia buat secanggih apapun manusia membuat scenario pada akhirnya sekenario Allah yang terjadi.

          Poin yang paling penting dari semua ketidak berdayaan kita, dari tangis rindu kita pada ramadhan dalam wajah yang berbeda. Rindu kita yang tampaknya tidak menjadi wujud seperti wujud yang kita hrap tapi inilah cara Allah, kita seolah selalu digiring untuk menarik sejuta hikmah dari setiap detik ujian yang Allah hadapkan pada kita. Poin yang pertama, tetaplah kita pada jalan Allah, jika kita selalu pada jlan Allah hati kita akan bijak melihat dengan takaran hati yang benar tentang musibah ini. Pemerintah dan para ulama pun sudah bekerja dan akhirnya melahirkan sebuah solusi mungkin bukanlah solusi yang terbaik yang pernah ada tapi sebuah bentuk keputusan atau langkah yang mungkin inilah yang cocok buat kita pada saat ini. Seperti mana dalam kaedah fiqih dinyatakan’ Dar’ul mafasid wa jalbul masalih’ menolak kemudaratan lebih diutamakan dari pada mencari maslahat, artinya dalam kaedah fikih ditnyatakan’ idza gulibatil halau wal haraqmu gulibatil haram’ apabila bercampur yang halal dan haram di dalamnya maka yang dimenangkan oleh yang haram.

          Dalam kasus covid 19 dan nuansa ramadhan 1441 H, tentu kita sejatinya ingin menyemarakkan ramadhan dengan cara dan tradisi kita khususnya muslim di Indonesia. namun covid 19 mempunyai dampak yang jauh lebih mematikan dari kasus-kasus yang terjadi saat ini. Wabah ini sifatnya menular dari manusia ke manusia dan virus ini semakin aktif penyebarannya ketika pada suatu kerumunan. Inilah yang menjadi esensi kenapa kita dihimbau untuk bekerja di rumah, beraktifitas di rumah dan beribadah di rumah, untuk menghentikan mata rantai dari virus covid 19 ini.

Allahua’lam
Wassalam

Comments

Popular posts from this blog

Peringatan Politik Ibn Taimiyah Syekhul Islam - Negara Dzalim tidak didukung meski orang Mukmin

Hadis tentang Larangan Menyiksa Hewan

Bunga Imitasi, Cara Percantik Rumah

VIRAL ! Saktinya Ida Dayak luruskan Tulang bengkok, Tuai Ribuan Komentar

Corona Covid 19 Ajang Renungan Introspeksi Giat beribadah

Power of Word - RAHASIA DIBALIK UCAPAN

CONTOH MUKJIZAT AL-QUR'AN

Cara Mengontrol Niat Positif dan Mindset sebagai Motivasi Ibadah

HADIS TENTANG KESEHATAN DAN WAKTU LUANG